JADI WARISAN BUDAYA DUNIA UNESCO, INI MENARIKNYA MUSEUM SANGIRAN

Foto G.H.R. von Koenigswald, seorang ahli paleoantropologi Jerman dan penemu fosil-fosil pertama di Museum Sangiran, Krikilan, Kalijambe, Sragen, Kamis (23/5/2024). (Foto: Masya Ira N)

SRAGEN - Museum Sangiran merupakan salah satu situs yang berisi tentang fosil-fosil manusia dan hewan-hewan purba. Museum ini terletak di desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen. Pada awalnya, hasil dari fosil-fosil ini dikumpulkan di rumah kepala desa di daerah tersebut, hingga akhirnya dibuatlah situs ini dengan luas 51,21 km2.

Sukoco (43), seorang Guide Tour di Museum Sangiran, mengatakan Museum Sangiran mulai dibentuk pada tahun 1976. Kemudian, awal mulanya ditemukannya fosil-fosil di daerah ini adalah pada zaman Belanda, tetapi tahunnya tidak diketahui secara pasti.

Situs ini pertama kali ditemukan oleh G.H.R. von Koenigswald, seorang ahli paleoantropologi Jerman yang bekerja pada pemerintahan Belanda di Indonesia pada tahun 1932. Pada awalnya, dia melakukan penelitian di sekitar situs dengan bermodalkan peta geologi buatan L.J.C. van Es dan menemukan berbagai perkakas batu yang diperkirakan sebagai peninggalan orang-orang di masa lampau.

Pada tahun 1936, dia mulai menemukan sejumlah fosil-fosil Homo Erectus. Sejak saat itu, dia terus melakukan penelitian hingga ditemukannya fosil-fosil manusia, hewan, dan perkakas batu. Sejak itulah, Sangiran resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO pada 5 Desember 1996.

 Foto salah satu objek yang ada di Museum Sangiran, Krikilan, Kalijambe, Sragen, Kamis (23/5/2024). (Foto: Melani Putri R)

Sangiran dilewati oleh Sungai Cemoro yang bermuara di Bengawan Solo. Tanah di daerah ini memiliki lapisan yang berbeda antara satu sama lain karena terjadinya erosi tanah. Dalam lapisan tanah ini banyak ditemukannya fosil-fosil manusia maupun binatang purba.

Letak Museum Sangiran ini menjadi faktor utama pendukung terciptanya suatu kehidupan di masa lampau. Seperti yang telah kita ketahui, bahwa dahulu masyarakatnya hidup dengan cara nomaden dan mereka lebih suka tinggal di bantaran sungai karena mudah untuk mendapatkan makanan.

Saat ini, Museum Sangiran memiliki 5 klaster, 4 di antaranya ada di Kabupaten Sragen sedangkan satu klaster lainnya ada di Kabupaten Karanganyar. Sebanyak 4 klaster yang ada di Kabupaten Sragen itu antara lain, Klaster Krikilan, Klaster Bukuran, Klaster Ngebung, dan Lapangan Museum Manyarejo. Satu klaster lain yang ada di Kabupaten Karanganyar adalah Klaster Dayu, klaster ini letaknya paling jauh dari Museum Sangiran.

Museum Sangiran memiliki koleksi fosil terlengkap di Asia, ada sekitar 65% fosil hominid purba di Indonesia dan 50% di dunia.

Sangiran memiliki koleksi benda-benda purbakala sebanyak kurang lebih 13.806. Koleksi ini tersebar di dua tempat, yaitu 2.931 koleksi tersimpan di ruang pamer dan 10.875 ada di ruang penyimpanan.

Museum Sangiran memiliki 3 studio yang dijadikan sebagai tempat penyimpanan dan pamerannya. Sebelum memasuki studio 1 kita di persilakan untuk mengisi daftar tamu terlebih dahulu.

Saat memasuki museum kita akan menjumpai berbagai fosil-fosil manusia misalnya, tengkorak Homo sapiens, dan Homo erectus. Ada juga fosil-fosil hewan purba misalnya, gajah purba, kerbau purba, fosil Ranggah Rusa, dan Crocodylus siamensis. Selain itu, kita juga akan melihat batuan-batuan di masa purba dan berbagai perkakas-perkakas yang digunakan di zaman dulu misalnya, kapak persegi, bilah, spatula, dll.

Museum ini juga memuat informasi tentang terbentuknya lapisan-lapisan tanah di Sangiran. Ada juga informasi mengenai bagaimana dan mengapa teori evolusi dari makhluk bisa berubah dari generasi ke generasi.

Di studio 1, kita akan menjumpai fosil-fosil hewan purba dan replika kehidupan hewan di masa lampau.

Di studio 2 kita akan menjumpai artefak-artefak batu dan perkakas-perkakas di masa lampau. Ada juga informasi yang memuat tentang lapisan-lapisan tanah di Sangiran dan juga informasi mengenai teori evolusi, dll.

Di studio 3, memuat tentang fosil-fosil Homo erectus dan Homo sapiens, ada juga replika mengenai kehidupan berburu di masa lampau.

Penemuan terbaru yang ada di museum sangiran saat ini adalah penemuan Fosil Ranggah Rusa. Fosil ini ditemukan di Dusun Ngrenjeng, Desa Ngebung, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen oleh Bambang Sugiarto pada 26 Januari 2022 lalu.

Perawatan museum terlihat sangat baik, hal ini terbukti dari kualitas fosil-fosil yang ada masih sangat bagus dan terjaga.

“Untuk perawatan museum sendiri ada pegawainya yang khusus untuk merawat museum,” kata Sukoco (43), saat diwawancarai pada Kamis (23/5/2024).

Saya membutuhkan waktu kurang lebih 25 menit untuk sampai di lokasi tersebut dari Masaran, Sragen. Akses jalan menuju museum itu pun juga sekarang sudah mengalami perbaikan daripada dulu.

Dahulu, saat saya pertama kali mengunjungi museum ini terdapat ruang audio visual yang menampilkan ilustrasi cerita kehidupan di masa lalu. Tetapi, saat ini saya tidak tahu apakah ruangan itu masih digunakan atau tidak, karena saat saya mengunjungi museum itu kemarin saya tidak menemukan tempat audio visual itu.

Menurut salah satu pengunjung, tatanan museum saat ini sudah berubah dari sejak pertama kali dia mengunjunginya.

“Menurut saya, tatanan museum saat ini sudah berubah dari sejak saya pertama kali kesini, hal ini terbukti dari tangga yang dulu digunakan untuk akses penghubung antara studio satu ke studio lainnya sudah ditimpa oleh bangunan baru,” kata Melani (21), salah satu pengunjung di museum.

Saat memasuki museum kita wajib membayar di loket pembayaran terlebih dahulu. Tarif harga untuk wisatawan lokal adalah sebesar Rp 15.000/orang, sedangkan untuk wisatawan mancanegara adalah sebesar Rp 30.000/orang.

Selesai membayar dan dipersilakan memasuki museum kita akan ditawari jasa Tour Guide, tetapi jika kita tidak ingin menggunakan jasa tersebut juga diperbolehkan.

Saat ini, perubahan yang mencolok adalah akses parkir. Saat ini parkiran menjadi jauh dari museum. Dulu, parkir kendaraan baik itu roda 2 maupun roda 4 ada di depan museum, tetapi saat ini akses parkir berubah menjadi agak jauh dari museum.

Sugiyem (73), salah satu pedagang yang ada di Museum Sangiran mengatakan, bahwa akses parkir mulai pindah sejak adanya pandemi. Dia juga mengatakan, karena berpindahnya tempat parkir ini juga berdampak pada menurunnya jumlah kunjungan museum.

Menurut salah satu Tour Guide di Sangiran, alasan pindahnya tempat parkir adalah karena regulasi pemerintah. Sejak adanya pandemi Covid-19, pengelola parkir berpindah ke desa dengan tujuan untuk pemerataan perekonomian.

“Pemerintah menetapkan regulasi parkir untuk dikelola oleh desa sejak adanya pandemi Covid-19. Tujuannya ya untuk pemerataan perekonomian jadi, pusat perekonomiannya di beberapa tempat tidak hanya di sini saja. Dulu kan di sini saja jadi orang-orang di luar kompleks museum tidak begitu terdata, kalau sekarang kan mereka juga merasakan wisata,” kata Sukoco (43).

Saat ini, untuk bisa sampai ke museum bisa dengan dua cara, yaitu jalan kaki dengan jarak tempuh kurang lebih 600 m atau bisa juga dengan menaiki mobil bak dengan tarif Rp 6.000/orang sudah termasuk pulang pergi. Saat menaiki mobil akan diberikan karcis yang akan diperlihatkan lagi waktu akan pulang, jadi usahakan karcis itu tidak sampai hilang.

Komentar